Mengenai Saya

Foto saya
kami adalah mahasiswa pendidikan sejarah.. mahasiswa yang selalu dicerca, yang hanya mempelajari masa yang telah berlalu... namun kami punya keyakinan semua ada ahlinya, dan kami adalah mahasiswa yang mempunyai sedikit kelebihan dalam mempelajari sejarah.

Rabu, 04 Maret 2009

PERTUMBUHAN KESADARAN POLITIK BANGSA INDONESIA UNTUK MENCAPAI KEMERDEKAAN

Oleh: Yoginoto Sasmita Arkip[1]

Perang Jepang-Rusia pada tahun 1904-1905, yang berakhir dengan kemenangan Jepang sangat mempengaruhi tingkat kesadaran bangsa-bangsa di Asia. Mereka tidak percaya lagi bahwa bangsa kulit putih maha kuat dan tak terkalahkan. Kesadaran itu mengubah pandangan dan sikap pemuka rakyat Asia termasuk para pemuka Indonesia.

Hal itu jelas terungkap dengan pidato yang mereka ucapkan dalam rapat-rapat, yang lebih giat diadakan; cita-cita serta tujuan mendidik dan mendorong rakyat, supaya lebih percaya pada kemampuannya sendiri.

Tahun 1908 lahirlah Budi Utomo di bawah pimpinan dr. Soetomo, namun sayang program kerjanya begitu muluk dan terlalu besar, sehingga mereka tidak mampu menjalankan organisasi ini dengan maksimal namun pada program pendidikan sudah berjalan dengan baik.

Pemerintah dan masyarakat Belanda semula merasa terkejut dengan kebangkitan Budi Utomo, tetapi setelah diteliti dasar dan tujuannya mereka tidak menghiraukannya lagi. Lain halnya dengan Sarekat Islam, pemerintah kolonial tidak dapat bersikap masa bodoh terhadap gerakan baru ini. Di samping kemampuannya di dalam menghimpun anggota semua suku dalam satu wadah, badan itu sudah merupakan ancaman bagi sistem ekonomi kolonial di Hindia Belanda.

Sementara itu beberapa pemeimpin Sarikat Islam belajar pada Douwis Dekker, pendiri Indische Partij yang kemudian dilarang pemerintah. Mereka juga mengadakan hubungan dengan Dr. Ciptomangunkusumo, Ki Hajar Dewantara dan dengan orang-orang Belanda dari Sociaal Democratische Partij yang pada tahun 1914 mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereniging di Indonesia. Tetapi, sama dengan organisasi induknya di Belanda, tidak lama ISDV pecah menjadi dua partai: Orang-orang ekstrim kiri bergabung dengan Partai Komunis Indonesia yang telah didirikan di Semarang pada tahun 1920 sdangkan golongan moderat mendirikan sebuah partai yang bernama Indische Sociaal Democratische Partij (ISDP).

Di antara anggota Sarikat Islam terdapat yang berhaluan ekstrim kiri. Mereka mendorong kaum komunis untuk memberantas kapitalis, yaitu orang-orang yang selalu berusaha mencari dan mengumpulkan kekayaan yang tidak boleh diampuni. Akhirnya terjadilah kerusuhan, pembunuhan dan perampokan terhadap haji-haji kaya, terutama di Jambi pada tahun 1916.

Pada waktu itu Sarikat Islam sudah banyak menyimpang dari program semula. Usaha-usaha dagang Cina tidak diganggu lagi, mereka jadi aman dan tambah maju. Di pihak SI sendiri terjadi perombakan. Banyak para bendahara dan pemegang kas melarikan diri dengan membawa harta kekayaan perkumpulan. Lama kelamaan SI melemah dan tidak disebut lagi.

Beberapa waktu setelah pecahnya PD I pada 1914-1918, negeri Belanda sudah dikepung tentara Jerman. Perekonomian Belanda mengalami ujian berat. Di kalangan orang Belanda di Indonesia muncul keraguan, apakah mereka masih dapat kembali ke negerinya. Oleh sebab itu mereka harus memberikan banyak perhatian kepada Hindia Belanda yang dianggap mereka sebagai tanah air kedua. Bertambah kuatlah suara yang menyerukan kepada pemerintah untuk memperhatikan pertahanan negeri dan mengikut sertakan orang pribumi dalam pertahanan dan pemerintahan itu. Sadar akan keadaanya, pemerintah bersedia merealisasikan suara rakyatnya. Namun, mereka juga harus memperhitungkan supaya keikutsertaan bangsa Indonesia dalam pertahanan dan pemerintahan tidak terlalu kuat. Oleh sebab itu memerlukan langkah matang dan kehati-hatian.

Pada tahun 1917 pemerintah mendirikan Volksraad (Dewan Rakyat) di Indonesia.anggota diambil dari semua golongan yang ada di masyarakat, yang dianggap dapat memberi nasehat berdasarkan keinginan yang ada di dalam masyarakat untuk dijadikan sebagai pedoman setelah mendengarkan pendapat dewan Raad van Indie yang terdiri dari pimpinan departemen-departemen.

Untuk memberikan status terhormat pada badan baru itu, pada tahun 1918 Raad van Indie di suruh mengosongkan gedungnya di Pejambon untuk diberikan kepada badan baru itu. Dan untuk lebih menyemarakkan peresmiannya, dalam sebuah pidato yang diucapakan GJ van Limburg Stirum pada sidang Volksraad yang pertama, dia berjanji bahwa pemerintah akan memberikan wewenang yang lebih luas, setelah beberapa perubahan di adakan dalam tata Negara untuk Hindia Belanda.

Tetapi setelah tanpa diduga-duga dalam tahun itu juga perang dunia berakhir, sehingga soal peningkatan ketahanan rakyat di daerah-daerah seberang tidak begitu perlu lagi, pemerintah Belanda dengan tegas menolak mengadakan perubahan pada tata Negara untuk Hindia Belanda.

Hanya ada satu perubahan yang dilakukan. Selanjutnya perkataan kolonien akan diganti overzeesche gebedsdelen (daerah kerajaan di daerah seberang). Rakyat sangat kecewa dan mencap Volksraad sebagai komedi omong.

Setelah PD I, perekonomian dunia mengalami depresi. Di samping itu di mana-mana terjadi pertentangan antara golongan kaya dan golongan miskin. Di negeri Belanda pertentangan memuncak antara pemegang modal dengan buruh yang menuntut upah dan jaminan perwatan yang lebih tinggi.

Selama perang dan beberapa tahun berikutnya (1914-1920) perdagangan Indonesia sangat menguntungkan. Harga-harga bahan mentahnya sangat dibutuhkan dunia, sehingga keuntungan mengalir ke kantong-kantong para pengusaha perkebunan. Tetapi pada tahun 1921 keadaan sekonyong-konyong berubah. Bahan mentah Indonesia tidak terjual, sehingga timbulah krisis dalam perekonomian Indonesia dan yang langsung menjadi korban adalah rakyat yang tidak mempunyai persediaan. Karena itu timbulah kelaparan dan kerusuhan-kerusuhan, keadaan itu dimanfaatkan Moskow dengan sebaik-baiknya. Pengikutnya di Indonesia menggerakkan dan membakar semangat rakyat untuk melawan dan menghancurkan para kapitalis yang menjadikan mereka miskin dan sengsara.

Di bawah pimpinan PKI kaum buruh dan pegawai rendah bersatu dalam organisasi buruh. Mereka mengadakan aksi sambil melancarkan kecaman dan ancaman yang bersifat revolusioner terhadap pemerintah penjajah. Sebagai reksi dari aksi itu, pemerintah mengadakan penangkapan secara besar-besaran di kalanhgan mereka. Semaun “si Raja Mogok” ikut di tangkap. Dia dihukum dan dibuang ke luar Indonesia. PKI sangat marah karena kehilangan pemimpinnya. Untuk menyatakan hal itu mereka melancarkan pemogokan, pertama di rumah-rumah gadai pada tahun 1923, kemudian di perusahaan kereta api dan rumah-rumah sakit. Gerakan itu tidak membawa keuntungan apa-apa, sebaliknya kerugian dan kesusahan saja yang diakibatkan.

Pada tahun 1926 kerusuhan yang pertama terjadi di Jawa Barat. Mereka mengerakkan rakyat Bantam menyerang Batavia. Pada malam pertama mereka berhasil memasuki daerah kota dan menduduki kantor pos sampai pagi hari. Sementara itu di Bantam sendiri terjadi kerusuhan. Orang-orang Belanda dibunuh dan dianiaya. Awal tahun 1927 di daerah Minangkabau terjadi kerusuhan-kerusuhan.

Pada dasarnya seluruh kerusuhan yang terjadi hanya merupakan pelampiasan nafsu yang tidak berencana, sehingga Belanda mudah menumpasnya dengan konsekuensi membuat rakyat semakin sengsara. Akhirnya banyak yang meminta ampunan dan bersumpah setia kepada pemerintah kolonial.

Setelah peristiwa-peristiwa itu, tindakan pemerintah colonial banyak merugikan rakyat.4500 orang yang dianggap peimpin ditangkap dan dihukum kerja paksa.1500 orang lainnya di buang ke Digul dan dari di antara mereka lebih dari separoh mereka meminta ampunan dan dibebaskan kembali. Golongan pemegang modal menuduh pemerintah lemah dan menuntut supaya diadakan pembatasan yang lebih keras dan sanksi hokum yang lebih berat.

GJ de Graeff, seorang pejabat yang dapat disebut progresif, berusaha untuk menghilangkan pengaruh-pengaruh buruk dari kerusuhan yang terjadi dengan memberi perhatian yang lebih banyak kepada keadaan masyarakat Indonesia.

Untuk mendapat informasi yang lebih pasti tentang keinginan yang hidup dalam hati rakyat, dia mengubah perbandingan jumlah keanggotaan Volksraad, menjadi golongan Indonesia 50% dan 50% lainya berasal dari orang-orang Belanda, Cina dan Arab. Dia juga membentuk dewan-dewan daerah di kota dean kabupaten. Dalam dewan-dewan kota orang Belanda mayoritas, tetapi di dewan-dewan kabupaten orang Indonesialah yang mayoritas. Namun demikian hak dan wewenang dewan tersebut hanya sebatas suara saja dan sama sekali tidak turut menentukan nasib negerinya, karena itulah para pemimpin pergerakan bangsa Indonesia tidak mersa puas.

Pengalaman, akibat cita-cita, usaha, nafsu, dan kegagalan semakin mematangkan cara berpikir para pemimpin pergerakan nasional. Pada umumnya mereka dalah bekas punggawa- punggawa SI yang terpecah ke dalam PKI dan ISDP melebur lagi dan akhirnya mendirikan dan menjadi anggota Partai Nasional Indonesia (PNI).

A. Pengaruh Bangsa Belanda terhadap Timbulnya Kesadaran Politik Bangsa Indonesia untuk Merdeka

Harus diakui, bahwa sutu program perjuangan yang menyentuh keinginan rakyat Indonesia secara menyeluruh, yaitu masalah-masalah sosial, kesehatan dan pendidikan dicetuskan oleh orang-orang Belanda.

Sampai akhir abad ke-19 orang-orang Belanda didatangkan pemerintah kolonial ke Indonesia untuk waktu dua arau empat tahun saja.setelah itu mereka kembali ke negeri Belanda dengan membawa harta yang cukup banyak sebagai hasil kerja mereka di tanah Indonesia. Tetapi sejak awal abad ke-20 orang-orang Belanda yang datang ke Indonesia bermaksud untuk tinggal di Indonesia dalam jangka waktu yang cukup lama, mereka membawa keluarga dan dengan demikian mereka harus membangun tempat tinggal dengan prasarana-prasarana lainnya. Merekalah yang disebut blijvers (yang tonggal terus).

Di samping itu mereka terpaksa berhubungan dan memperhatikan penduduk pribumi,sekalipun mungkin hanya dalam kedudukan dan keadaan mereka sebagai pelayan. Jadi, sekalipun mereka memperlakukan para pelayan tadi dengan sangat buruk, mereka mau tak mau sudah harus mengenal rakyat jajahan itu.

Banyak di antara mereka yang tidak mempedulikan nasib pribumi itu, tetapi ada beberapa orang yang benar-benar mersa prihatin dan berusaha mendorong pihak penguasa kolonial untuk memperbaiki nasib rakyat pribumi. Orang-orang itu adalah para intelektual , yang dikenal sebagai pendukung gerakan Etische Richting (cara-cara etis) yang lahir pada tahun 1901.

Sayang, bahwa mereka tidak cukup dalam memperhatikan sifat dan keadaan rakyat yang sebenarnya. Rencana dan cara pendekatn yang mereka lakukan membingungkan rakyat, mereka mengemukakan dasar-dasar demokrasi dan keadilan, yang sama sekali belum dipahami rakyat.akhirnya usaha-usaha mereka menjadi usaha “Don Quichot” yang berkelahi dengan bayangannya sendiri. Naming usaha itu tidak semuanya sia-sia. Seorang pemuka gerakan itu di Semarang, Van Deventer, seorang pengacara para pedagang yang dalam waktu singkat berhasil mengumpulkan kekayaan yang besar, setelah kembali ke Belanda menulis sebuah artikel dalam berkala, de Gids dengan judul Ereschuld (utang bidi).

Gagasannya yang terkenal adalah irigasi, imigrasi dan edukasi yang bertujuan meningkatkan kecerdasan bangsa Indonesia. Gagasan itulah yang pada tahun 1905 mendasari rencana kerja Gubernur Jendral van Heutz untuk mendirikan volksscholen (SD 3 Tahun).

B. Wujud Kesadaran Bangsa Indonesia untuk Mencapai Kemerdekaanya

Wawasan perjuangan nasional untuk pertama kali dicetuskan dan dimaklumatkan oleh mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia (PI) pada tahun 1922 di Leiden. Dengan demikian PI-lah gerakan politik yang pertama mempunyai wawasan nusantara.

Dengan demikian lahirlah suatu gerakan nasional yang mempunyai rencana kerja dan tujuan yang jelas. Yaitu:

a. Memperjuangkan demokrasi dan kemerdekaan Indonesia yang mencakup seluruh wilayah yang dikuasaai pemerintah colonial Belanda.

b. Sebelum hal itu dapat dicapai, mereka (golongan intelektual muda) tidak akan bekerjasama dengan Belanda.

Untuk menyebarluaskan gagasan dan tujuan itu, PI menerbitkan majalah yang bernama Indonesia Merdeka.

Pada tahun 1924 anak organisasi PI dapat didirikan di Indonesia dalam bentuk Studieclub (perkumpulan pelajar). Perkumpulan yang pertama didirikan di Surabaya di bawah kendali dr. Soetomo.

Dalam perkumpulan itu diberi pelajaran politik praktis kapada para anggota, pada umumnya anggota yang sudah dianggap mapan dikirimkan ke tempat lain untuk membentuk cabang baru di sana.

Dengan cara ini dalam waktu yang relative singkat anggotanya sudah cukup banyak. Oleh sebab itulah dalam tahun 1927 mereka sanggup memelopori pendirian PNI yang kemudian berada di bawah pimpinan Ir. Soekarno.

Sama dengan PI, tujuan dan program kerja PNI tertuju pada usaha: mengusir penjajah dari tanah air Indonesia, untuk dapat mewujudkan cita-cita itu, maka PNI harus segera berusaha menyadarkan rakyat, bahwa semua suku yang terdapat di daerah jajahan Hindia Belanda adalah satu bangsa- Bangsa Indonesia; mempunyai satu tanah air- Tanah Air Indonesia; mempunyai bahasa persatuan- Bahasa Indonesia.

Untuk memberi arti yang lebih nyata pada kesatuan tersebut, direncanakanlah sebuah bendera kebngsaan, yang terdiri dari dua warna: Merah dan Putih, yang di sebut Dwiwarna dan dibagian atas (bagian merah) di sebelah kiri (di dekat tali) terpampang gambar kepala banteng.

Pada saat dwiwarna dikibarkan untuk pertama kali Bung Karno memperkenalkan lagu Indonesia Raya, yang kemudian menjadi lagu kebangsaan dengan kopiah Sumatra (peci) sebagai pakaian kebangsaan.

C. Kesimpulan

Pergerakan menentang kolonialisme bermula ketika kekuatan asing memasuki komunitas dan kerajaan pribumi. Pada tahap awal ini penentangan itu bercorak penyalinan murni dari asumsi kultural. Mereka berjuang agar kosmos yang telah terganggu, utuh kembali, bukan untuk mengusir musuh.

Pada tahap berikutnya, waktu masyarakat telah makin pluralistis maka corak lain muncul, Sarekat Islam (SI) sebagai kekuatan massa mulai berperan. Jika dulu pesantren sering tampil sebagai lembaga kontrol kraton, maka kini Islam dianggap dan dirasakan sebagai alternatif terhadap kekuasaan.Islam adalah segala-galanya yang tidak berasal dari dunia kolonial, yang telah menimpakan dirinya diatas komunitas dan polity lama.Berdiri dan muncul ketika pluraltas sosial pada tahap awal perkembangan, dan pada saat dunia sosial baru ini dirasakan di hini oleh kekuatan yang tidak ramah, maka SI sebagai wadah berbagai corak persepsi dan asumsi sosial. SI awal dengan kata lain, mewujudkan tahap peralihan. Namun, menjelang akhir dasawarsa kedua abad XX ini,”Ofensif Ideologi” dari dalam tubuh SI reformistis di kota-kota besar terjadi.dari sejarah perjuangan Islam, ofensif ini adalah awala dari proses ideologisasi Islam dalam pengertian modern.Maka periode ideologi dalam sejarah islam telah dimulai.

Dalam periode inilah para cendikiawan yang berpendidikan Barat makin menduduki tempat terkemuka. Bukan saja periode ini menuntut artikulasi yang makin tajam tentang situasi kolonial dan visi hari depan yang makin merangsang, tapi sitem hukum negara kolonial dan kelangsungan hidup organisasi makin memerlukan keahlian para cendikiawan berpendidikan Barat ini.

Semua bermula dari konsensus dasar. Kesadaran kolonial yang bersifat sub ordinasi politik, dengan disertai stratifikasi yang bertolak dari kategori ras dan kesadaran akan keterbelakangan serta kemiskinan adalah awala dari gerakan intelektual yang bercoraka nasionalistis. Di samping masalah kolonialisme dan kemajuan, ada satu hal yang tidak kalah pentingnya dirasakan yaitu identitas.

Melalui proses yang cukup panjang, mulai dari awal 1900-an sampai resminya berakhir di tahun 1928 dengan konfirmasi Kongres Pemuda II (Sumpah Pemuda) atas putusan politik dan sekaligus simbolik dari Perhimpunana Indonesia (PI) di tahun 1923, soal identitas bukan saja hangat diperdebatkan, tapi juga paling kritis, Siapakh Kita? Apakah kita bangsa Hindia? Bagaimanakah konsep umat Islam yang Universal? Bukan saja dunia Islam telah terpecah tapi juga kenyataan historis makin mengharuskan adanya batasan politik yang jelas. Usaha mencari kesesuaian kultural dari berbagai kesatuan etnis ternyata gagal. Maka Perhimpunan Indonesia menjadikan konsep antropologis ”Indonesia” sebagai ikatan politik.

Ada tiga corak perdebatan ideologis yang cukup dominan. Tentu saja perdebatan yang paling enteng, adalah dari sudut ideologis masalah sikap terhadap negara kolonial. Apakah negara kolonial Belanda bisa dianggap sah? Para pemimpin gerakan radikal, seperti Hatta, bertanya. Dia menjawab tidak. Karena itu, bekerjasam,a, bahkan demi kesejahteraan adalah suatu nyang berada di luar logika politik. Tapi golongan moderat tidak mempermasalahkan keabsahannya. Mereka bertolak dari realitas poltik. Hindia Belanda adalah aktualitas yang tak bisa dianggap tiada secara konseptual. Oleh sebab itu golongan kooperator bekerjasama, terutama ikut dalam berbagai badan perwakilan sebagai cara untuk merintis hari depan.

Lebih penting daripada sikap terhadap negara kolonial ini adalah dasr perjuangan dan solidaritas nasional dan bentuk masyarakat yang dicita-citakan. Untuk hal masyarakat yang dicita-citakan ini implisit di dalam bentuk negara. Dalam kedua titik tolak perdebatan-yang tidak bersifat ekslusif ini-setelah golongan sosialis dan komunis tersingkir akibat Pemberontakan 1926-1927, maka yang paling menonjol adalah perdebatan antara golongan Islam dan golongan Kebangsaan. Namun dalam diri kedua golongan ini da unsur nasionalistis dan sosialistis.tapi yang diperdebatkat adalah apakah motif dasar atau nawaitu perjuangan dan apakah utopia sosial yang paling ultimate. Bagi H. A. Salim, semua lillahi ta’Allah, tidak ibu pertiwi, seperti yang selalu didengungkan Bung Karno. Perdebatan semakin keras sehingga Perhimpunan Muslimin Indonesia, mengajukan usul penyelesaian dengan semboyan Islam dan Kebangsaan (Islam Mulia, Indonesia Merdeka). Tapi golongan islam bertanya, apakah Islam harus punya dan?

Bagaimana pula masyarakat yang dicita-citakan? Bagi golongan islam, yang telah mengadakan proses ideologisasi Islam, tak ada bentuk satu masyrakat dan negara pun yang bisa diterima tanpa ridha Allah. Tatanan masyarakat yang ideal adalah yamng membawa ke jalan taqwa.

Ketiga corak perdebatan ini tak menghasilkan dikotomi masyarakat –politik, tapi menghasilkan beberapa corak aliansi golongan; lebih penting lagi, memberikan nuansa dalam pemikiran politik dan ideologi, karena itulah saya kira, Pancasila sebagai ideologi negra, takkan dapat dipahami dengan baik tanpa menyadari periode ideologi dan sejarah modern Indonesia.

D. Daftar Pustaka

http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Resensi&id=117204.

Julianto.S.A. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, Jakarta: Erlangga, 1982.

Margono. Ikhtisar Sejarah Pergerakan Nasional (1908-1945), Jakarta: Dephankam Pusat Sedjarah ABRI, 1971

Meutia Farida Swasono. Bung Hatta Pribadinya dalam Kenangan, Jakarta: Sinar Harapan, 1980.

Suhartono. Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi utomo Sampai Proklamasi 1908-1945, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994.



[1] Mahasiswa Pendidikan Sejarah FISE UNY Angkatan 2005 dan Ketua IKAHIMSI (Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah se Indonesia) Wilayah II DIY-Jateng 2007-2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar