Sebagaimana kita pahami, operasional G 30 S/PKI dipimpin oleh Letkol Untung Sutomo. Dia adalah Komandan Batalyon 1 Resimen Cakrabirawa, pasukan kehormatan pengawal presiden.
Tokoh-tokoh lain yang jelas keterlibatannya dalam gerakan itu antar lain Brigjen Supardjo (Pangkopur II yang berbasis di
PKI memang tidak dapat dipungkiri terlibat dalam gerakan tersebut kerena seperti kita ketahui bersama bahwa komunisme selalu menggunakan cara-cara yang radikal dalam mencapai tujuannya, begitu juga di Indonesia komunisme yang terbungkus dalam PKI menginginkan terbentuknya masyarakat komunis di Indonesai, tetapi hal ini tidak mungkin terjadi bila Angkatan Bersenjata yang dipandang sebagai antek Nekolim masih berdiri tegak, oleh sebab itu diperlukan suatu tindakan untuk menyingkirkan para petinggi Angkatan bersenjata terutama Angkatan darat yang di pandang mempunyai pengaruh yang besar[3]. Tetapi ternyata gerakan ini justru dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk memperoleh kekuasaan dan menyingkirkan penguasa yang syah secara perlahan-lahan dan pasti. Dan dia berhasil mengkambing hitamkan PKI sebagai dalang tunggal dibalik peristiwa tersebut[4].
Sejarah akan terus berputar dan akan selalu mencari kebenaran dari setiap peristiwa yang terjadi, begitu juga dengan peristiwa G 30 S PKI, seiring dengan perkembangan sejarah maka peristiwa tersebut semakin menuju titik terang. Bahwa ternyata perirtiwa tersebut tidak hanya dilakukan oleh PKI sebagai pelaku tunggal tetapi banyak pihak lain yang terlibat.
Kini banyak sekali versi-versi yang menyebutkan bahwa peristiwa G 30 S tersebut tidak hanya dilakukan oleh PKI. Versi-versi tersebut antara lain keterlibatan CIA, kepentingan Inggris dan Amerika, keterlibantan Soekarno, teori Chaos, dan yang terakhir adalah keterlibatan Soeharto. Dan mengenai versi-versi tersebut akan dibahas lebih lanjut.
A. Keterlibatan CIA[5]
Versi ini menyebutkan bahwa pelaku utama dari G 30 S adalah CIA atau pemerintah AS. CIA bekerjasama dengan sebuah klik AD untuk memprovokasi PKI, dengan tujuan akhir mrnggulingkan Sukarno. Artikel Peter Dale Scott (US dan the Overthrow of Soekarno, 1965-1967, pacific Affairs, 1985 dan tulisa Geoffrey Robinson ( some Arguments Concerning US Influence and Complicity in the Indonesia Coup of October 1, 1965).merupakan analisis yang mengasumsikan bahwa CIA adalah dalang utama G 30 S. kepentingan AS sangat jelas, yaitu jangan sampai Indonesia menjadi basis komunisme. Pada wal decade 1960an, mereka mencemaskan teori Domino, bahwa komunisme di Indo-China (Vietnam-Kamboja) bisa bersambung dnegan komunisme di
B. Bertemunya Kepentingan Inggris dan Amerika[6]
Versi ini pada intinya mensinyalir bahwa G 30 S adalah pertemuan antar rencana Inggris dan AS. Inggris berkeinginan agar sikap konfrontatif Soekarno terhadap
C. Keterlibatan Soekarno
Versi yang lebih controversial, karena mengasumsikan Soekarno sebagai dalang G 30 S. kepentingan Soekarno adalah untuk melenyapkan oposisi sebagian perwira tinggi AD terhadap kepemimpinannya. Dan posisi Soekarno pada tanggal 1 Oktober yang berada di Halim beserta para petinggi PKI[8] serta letak halim yang dekat dengan markas PKI, yaitu di yang tidak lain merupakan markas PKI pada waktu itu. Yaitu di lubang buaya.
D. Teori Chaos
Tidak ada dalang tunggal G 30 S. D 30 S merupakan hasil kombinasi unsur-unsur Nekolim atau Negara Barat, pemimpin PKI yang keblinger serta oknum-oknum ABRI yang tidak benar[9].
E. Keterlibatan Soeharto
Yang menarik dan yang hangat dibicarakan saat ini mengenai dalang dibalik peristiwa G 30 S adalah keterlibatan Soeharto, versi ini muncul setelah Soeharto turun dari presiden. Dan mulai adanya kebebasan berpendapat di
Hubungan Soeharto, terutama dengan Kolonel Latief[10], seorang tokoh G 3O S, begitu akrab dan mesranya. Lepas dari persoalan apakah hubungan yang erat itu karenaSoeharto yang menjadi bagian atau pimpinan G 30 S yang tersembunyi, atau karena kelihaian Soeharto memanfaatkan tokoh-tokoh G 30 S untuk mencapai tujuannya menjadi orang pertama di Indonesia.
Hubungannya itu dapat diketahui, ketika pada
Seterusnya Kolonel Latief mengemukakan bahwa
Seperti diketahui menurut Brigjen Supardjo (Tempo, 1 Oktober 1988) tanggal 16 September 1965 telah terbentuk gerakan tersebut, di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung. Kolonel Latief semula berkeberatan Letkol Untung menjadi pimpinannya dan meminta supaya gerakan dipimpin seorang jenderal. Tetapi karena Kamaruzzaman (Syam) mempertahankan supaya tetap Untung, karena ia pengawal presiden, maka akhirnya Letnan Kolonel Untung yang memimpinnya.
Kamaruzzaman ini menurut Wertheim (Wertheim: "Sejarah tahun 1965 yang tersembunyi" dalam Suplemen Arah, No 1 th 1990) adalah "seorang double agent". Yang dimaksud "double agent" Wertheim ialah agennya Aidit (dalam Biro Khusus) dan agen Soeharto (yang diuntungkan oleh Peristiwa G 30 S).
Sesungguhnya G 30 S tak akan bisa melancarkan operasi militernya dini hari l Oktober 1965 itu, sekiranya Jenderal Soeharto mencegahnya dan bukan membiarkannya. Tampaknya karena Soeharto berkepentingan agar Men/Pangad A. Yani terbunuh, maka dengan diam-diam direstuinya operasi militer G 30 S yang hendak dilancarkan itu. Jika Soeharto tidak berkepentingan terbunuhnya A. Yani, tentu rencana operasi G 30 S itu akan dicegahnya, atau langsung saja Kolonel Latief ditangkapnya, atau rencana G 30 S itu dilaporkannya kepada atasannya, misalnya kepada Jenderal Nasution. Dengan demikian operasi G 30 S itu gagal.
Bagi Kolonel Latief dengan tidak ada pencegahan dari Jenderal Soeharto, berarti Jenderal Soeharto merestuinya dan operasi G 30 S dini hari l Oktober dilaksanakannya. Soeharto merestui operasi G 30 S itu secara diam-diam, karena ia mengetahui ada sebuah konsensus dalam TNI-AD bahwa bila Pangad berhalangan, otomatis Panglima Kostrad yang menjadi penggantinya. Dan Panglima Kostrad ketika itu
adalah dirinya sendiri.
DAFTAR SUMBER
Center for Information Analisis (2006). Antara Fakta dan Rekayasa Berdasarkan
kesaksian Para Pelaku Sejarah.
NN (1992). Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia Latar belakang, aksi dan
penumpasanya, Ed 1, Cet 2.
Imam Soedjono (2005). Yang Berlawan: Membongkar Tabir Pemalsuan Sejarah
PKI.
Slamet Soetrisno (2006). Kontroversi dan Rekonstruksi Sejarah.
Media Pressindo
M. D. Rahardjo (1999). Membuka Lipatan Sejarah: Menguak Fakta Gerakan PKI.
[1]Slamet Soetrisno (2006). Kontroversi dan Rekonstruksi Sejarah.
[2] M. D. Rahardjo (1999). Membuka Lipatan Sejarah: Menguak Fakta Gerakan PKI.
[3] Mengenai faktor ini dibahas lebih lanjut dalam buku Gerakan 30 September, Pemberontakan Partai Komunis
[4] Center for Information Analisis (2006). Antara Fakta dan Rekayasa Berdasarkan kesaksian Para Pelaku Sejarah.
[5] Ibid., p. 120
[6] Ibid., p. 119
[7] Hal ini terjadi karena kemarahan Soekarno kepada PM Tengku Abdul Rahman dan Masyarakat
[8] Seokarno pada waktu itu berada di Halim karena ada pemberitahuan bahwa istana dalam keadaan bahaya, dan untuk mempermudah penyelamatan Soekarno berada dihalim agar sewaktu-waktu bisa diterbangkan dan menjauh dari Jakarta, Soekarno pada saat itu bersama dengan Omar Dhani, mayor Udara Sudjono, beserta para petinggi AU, yang dianggap oleh Soeharto telah memberikan fasilitas kepada PKI yaitu meminjamkans ebagian komplek Halim yaitu lubang Buaya sebagai pusat pelatihan Pemuda Rakyat dan Ormas-Ormas lainnya yang tidak lain adalah para pendukung PKI.
[9] Hal ini sepaham dengan yang diungkapkan oleh Soekarno dalam pidato Nawaksara. dan menurut orang apa yang dikatakan Soekarno ini sangat merugikan PKI karena melegitimasi tuduhan Jenderal Suharto dan pendukungnya terhadap PKI sebagai dalang G 30 S, dengan demikian memberikan andilnya yang penting dalam penghancuran PKI termasuk pembantaian massal.
[10] Kolonel Latief adalah anak buah Soeharto sejak Perang Drilya 1949, dan Latief sangat loyal sekali terhadap Soeharto. Bukti keloyalannya adalah dengan selalu hadirnya Latief keacara-acara keluarha Soejarto serta Soeharto pernah menghadiri upacara pernikahan Latief.
[11] Mengenai identitas Subagio ini belum diketahui.
[12] Dalam buku Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis
oleh : Dodi Fitriyadi
makasih
BalasHapus