Mengenai Saya

Foto saya
kami adalah mahasiswa pendidikan sejarah.. mahasiswa yang selalu dicerca, yang hanya mempelajari masa yang telah berlalu... namun kami punya keyakinan semua ada ahlinya, dan kami adalah mahasiswa yang mempunyai sedikit kelebihan dalam mempelajari sejarah.

Rabu, 04 Maret 2009

DALANG DIBALIK GERAKAN 30 SEPTEMBER

Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI, Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah[1] sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 dimana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia

Sebagaimana kita pahami, operasional G 30 S/PKI dipimpin oleh Letkol Untung Sutomo. Dia adalah Komandan Batalyon 1 Resimen Cakrabirawa, pasukan kehormatan pengawal presiden. Para pelaksana lapangan[2] antara lain Lettu Inf. Doel Atief, Serma Boengkoes, Mayor Inf. Soekirno, Kapten Inf. Kuntjoro, Peltu Mukidjan, Pelda Djahurud, Serma Suroso, Serma Satar, Serda Soekarjo, Mayor Inf. Bambang Soepeno, Kapten Inf. Suradi, Mayor Udara Soejono dan Mayor Udara Gathut Soekresno. Masih banyak nama lain dari kalangan militer yang terlibat langsung sebagai pelaksana operasional gerakan.

Tokoh-tokoh lain yang jelas keterlibatannya dalam gerakan itu antar lain Brigjen Supardjo (Pangkopur II yang berbasis di Kalimantan, anak buah Mayjen Soeharto), Kolonel Latief (komandan Brigif I Kodam Jaya, anak buah Mayjen Umar Wieahadikusuma), dan Sjam Kamaruzzaman (Ketua Biro Khusus PKI, konon pernah dekat dengan Soeharto).

Ada banyak nama yang dinyatakan terlibat oleh pemerintah Orde Baru, tetapi bukti keterlibatan itu belum cukup kuat. Keterlibatan Omar Dani misalnya, menjadi perdebatan kembali ketika Soeharto turun dari jabatan Presiden Republik Indonesia.

PKI memang tidak dapat dipungkiri terlibat dalam gerakan tersebut kerena seperti kita ketahui bersama bahwa komunisme selalu menggunakan cara-cara yang radikal dalam mencapai tujuannya, begitu juga di Indonesia komunisme yang terbungkus dalam PKI menginginkan terbentuknya masyarakat komunis di Indonesai, tetapi hal ini tidak mungkin terjadi bila Angkatan Bersenjata yang dipandang sebagai antek Nekolim masih berdiri tegak, oleh sebab itu diperlukan suatu tindakan untuk menyingkirkan para petinggi Angkatan bersenjata terutama Angkatan darat yang di pandang mempunyai pengaruh yang besar[3]. Tetapi ternyata gerakan ini justru dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk memperoleh kekuasaan dan menyingkirkan penguasa yang syah secara perlahan-lahan dan pasti. Dan dia berhasil mengkambing hitamkan PKI sebagai dalang tunggal dibalik peristiwa tersebut[4].

Sejarah akan terus berputar dan akan selalu mencari kebenaran dari setiap peristiwa yang terjadi, begitu juga dengan peristiwa G 30 S PKI, seiring dengan perkembangan sejarah maka peristiwa tersebut semakin menuju titik terang. Bahwa ternyata perirtiwa tersebut tidak hanya dilakukan oleh PKI sebagai pelaku tunggal tetapi banyak pihak lain yang terlibat.

Kini banyak sekali versi-versi yang menyebutkan bahwa peristiwa G 30 S tersebut tidak hanya dilakukan oleh PKI. Versi-versi tersebut antara lain keterlibatan CIA, kepentingan Inggris dan Amerika, keterlibantan Soekarno, teori Chaos, dan yang terakhir adalah keterlibatan Soeharto. Dan mengenai versi-versi tersebut akan dibahas lebih lanjut.

A. Keterlibatan CIA[5]

Versi ini menyebutkan bahwa pelaku utama dari G 30 S adalah CIA atau pemerintah AS. CIA bekerjasama dengan sebuah klik AD untuk memprovokasi PKI, dengan tujuan akhir mrnggulingkan Sukarno. Artikel Peter Dale Scott (US dan the Overthrow of Soekarno, 1965-1967, pacific Affairs, 1985 dan tulisa Geoffrey Robinson ( some Arguments Concerning US Influence and Complicity in the Indonesia Coup of October 1, 1965).merupakan analisis yang mengasumsikan bahwa CIA adalah dalang utama G 30 S. kepentingan AS sangat jelas, yaitu jangan sampai Indonesia menjadi basis komunisme. Pada wal decade 1960an, mereka mencemaskan teori Domino, bahwa komunisme di Indo-China (Vietnam-Kamboja) bisa bersambung dnegan komunisme di Indonesia, yang kemudian menciptakan poros Jakarta-Pyongyang-Bejing yang sangat ditakuti AS.

B. Bertemunya Kepentingan Inggris dan Amerika[6]

Versi ini pada intinya mensinyalir bahwa G 30 S adalah pertemuan antar rencana Inggris dan AS. Inggris berkeinginan agar sikap konfrontatif Soekarno terhadap Malaysia[7] bisa diakhiri dengan penggulingan kekuasaan, sedangkan AS menginginkan Indonesia terbebas dari komunisme. Greg Poulgrain, penulis buku The Genesis of Confrontation: Malaysia, Brunai and Indonesia, 1945-1965, percaya pada asumsi bahwa G 30 S adalah sebuah pertemuan kepentingan Inggris dan AS.

C. Keterlibatan Soekarno

Versi yang lebih controversial, karena mengasumsikan Soekarno sebagai dalang G 30 S. kepentingan Soekarno adalah untuk melenyapkan oposisi sebagian perwira tinggi AD terhadap kepemimpinannya. Dan posisi Soekarno pada tanggal 1 Oktober yang berada di Halim beserta para petinggi PKI[8] serta letak halim yang dekat dengan markas PKI, yaitu di yang tidak lain merupakan markas PKI pada waktu itu. Yaitu di lubang buaya.

D. Teori Chaos

Tidak ada dalang tunggal G 30 S. D 30 S merupakan hasil kombinasi unsur-unsur Nekolim atau Negara Barat, pemimpin PKI yang keblinger serta oknum-oknum ABRI yang tidak benar[9].

E. Keterlibatan Soeharto

Yang menarik dan yang hangat dibicarakan saat ini mengenai dalang dibalik peristiwa G 30 S adalah keterlibatan Soeharto, versi ini muncul setelah Soeharto turun dari presiden. Dan mulai adanya kebebasan berpendapat di Indonesia.

Hubungan Soeharto, terutama dengan Kolonel Latief[10], seorang tokoh G 3O S, begitu akrab dan mesranya. Lepas dari persoalan apakah hubungan yang erat itu karenaSoeharto yang menjadi bagian atau pimpinan G 30 S yang tersembunyi, atau karena kelihaian Soeharto memanfaatkan tokoh-tokoh G 30 S untuk mencapai tujuannya menjadi orang pertama di Indonesia.

Hubungannya itu dapat diketahui, ketika pada 28 September 1965, Kolonel Latief bersama isterinya berkunjung ke rumah Jenderal Soeharto di jalan H. Agus Salim. Menurut Kolonel Latief (Kolonel Latief: "Pembelaan sidang Mahmilti II Jawa Bagian Barat" 1978) maksud kunjungannya ialah guna menanyakan adanya info Dewan Jenderal, sekaligus melaporkan kepada beliau. "Oleh beliau justru memberitahukan kepada saya, bahwa sehari sebelum saya datang, ada seorang bekas anak buahnya berasal dari Yogyakarta, bernama Soebagiyo[11], memberitahukan tentang adanya info Dewan Jenderal AD yang akan mengadakan coup d'etat terhadap kekuasaan pemerintahan Presiden Soekarno. Tanggapan beliau akan diadakan penyelidikan".

Seterusnya Kolonel Latief mengemukakan bahwa 30 September 1965 (malam), ia berkunjung ke RSPAD untuk menjumpai Jenderal Soeharto, yang sedang menunggui putranya yang tersiram sup panas. Sambil menjenguk putranya itu, juga untuk melaporkan bahwa dini hari l Oktober l965 G 30 S akan melancarkan operasinya guna menggagalkan rencana kudeta yang hendak dijalankan Dewan Jenderal[12]. Kunjungannya ke Jenderal Soeharto di RSPAD tersebut, adalah merupakan hasil kesepakatan dengan Kolonel Untung dan Brigjen Supardjo.

Seperti diketahui menurut Brigjen Supardjo (Tempo, 1 Oktober 1988) tanggal 16 September 1965 telah terbentuk gerakan tersebut, di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung. Kolonel Latief semula berkeberatan Letkol Untung menjadi pimpinannya dan meminta supaya gerakan dipimpin seorang jenderal. Tetapi karena Kamaruzzaman (Syam) mempertahankan supaya tetap Untung, karena ia pengawal presiden, maka akhirnya Letnan Kolonel Untung yang memimpinnya.

Kamaruzzaman ini menurut Wertheim (Wertheim: "Sejarah tahun 1965 yang tersembunyi" dalam Suplemen Arah, No 1 th 1990) adalah "seorang double agent". Yang dimaksud "double agent" Wertheim ialah agennya Aidit (dalam Biro Khusus) dan agen Soeharto (yang diuntungkan oleh Peristiwa G 30 S).

Sesungguhnya G 30 S tak akan bisa melancarkan operasi militernya dini hari l Oktober 1965 itu, sekiranya Jenderal Soeharto mencegahnya dan bukan membiarkannya. Tampaknya karena Soeharto berkepentingan agar Men/Pangad A. Yani terbunuh, maka dengan diam-diam direstuinya operasi militer G 30 S yang hendak dilancarkan itu. Jika Soeharto tidak berkepentingan terbunuhnya A. Yani, tentu rencana operasi G 30 S itu akan dicegahnya, atau langsung saja Kolonel Latief ditangkapnya, atau rencana G 30 S itu dilaporkannya kepada atasannya, misalnya kepada Jenderal Nasution. Dengan demikian operasi G 30 S itu gagal.

Bagi Kolonel Latief dengan tidak ada pencegahan dari Jenderal Soeharto, berarti Jenderal Soeharto merestuinya dan operasi G 30 S dini hari l Oktober dilaksanakannya. Soeharto merestui operasi G 30 S itu secara diam-diam, karena ia mengetahui ada sebuah konsensus dalam TNI-AD bahwa bila Pangad berhalangan, otomatis Panglima Kostrad yang menjadi penggantinya. Dan Panglima Kostrad ketika itu
adalah dirinya sendiri.

DAFTAR SUMBER

Center for Information Analisis (2006). Antara Fakta dan Rekayasa Berdasarkan

kesaksian Para Pelaku Sejarah. Yogyakarta: Media Pressindo,

NN (1992). Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia Latar belakang, aksi dan

penumpasanya, Ed 1, Cet 2. Jakarta: Sekretariat Republik Indonesia.

Imam Soedjono (2005). Yang Berlawan: Membongkar Tabir Pemalsuan Sejarah

PKI. Yogyakarta: Resist Book

Slamet Soetrisno (2006). Kontroversi dan Rekonstruksi Sejarah. Yogyakarta:

Media Pressindo

M. D. Rahardjo (1999). Membuka Lipatan Sejarah: Menguak Fakta Gerakan PKI.

Jakarta: Psutaka Cidesindo



[1]Slamet Soetrisno (2006). Kontroversi dan Rekonstruksi Sejarah. Yogyakarta: Media Pressindo, p 5

[2] M. D. Rahardjo (1999). Membuka Lipatan Sejarah: Menguak Fakta Gerakan PKI. Jakarta: Pustaka Cidesindo, p.10

[3] Mengenai faktor ini dibahas lebih lanjut dalam buku Gerakan 30 September, Pemberontakan Partai Komunis Indonesia terbitan Sekretariat Negara Republik Indonesia tahun 1994. Buku ini dibuat pada masa Orde Baru dimana didalamnya menjelaskan bahwa G 30 S adalah bentuk dari percobaan kudeta yang dilakukan oleh PKI memalui biro Khusunya, dengan tujuan menggulingkan kekuasaan yang sah dan ingin menciptakan Negara komunis di Indonesia. disalam buku ini juga dibicarakan bagaimana gagah beraninya Panglima kostrad Soeharto menumpas pemberontakan tersebut.

[4] Center for Information Analisis (2006). Antara Fakta dan Rekayasa Berdasarkan kesaksian Para Pelaku Sejarah. Yogyakarta: Media Pressindo, p. 7

[5] Ibid., p. 120

[6] Ibid., p. 119

[7] Hal ini terjadi karena kemarahan Soekarno kepada PM Tengku Abdul Rahman dan Masyarakat Malaysia yang ketika itu membentuk federasi Malaysia tahun 1963. Malaysia melakukan aksi penghinaan terhadap Soekarno dan pembakaran lambang Negara Indonesia akibatnya Soekarno merasa harga dirinya terinjak-injak melakukan aksi ganyang Malaysia. Dan hal ini juga berdampak kepada Inggris karena Malaysia merupakan Negara persmakmuran Inggris.

[8] Seokarno pada waktu itu berada di Halim karena ada pemberitahuan bahwa istana dalam keadaan bahaya, dan untuk mempermudah penyelamatan Soekarno berada dihalim agar sewaktu-waktu bisa diterbangkan dan menjauh dari Jakarta, Soekarno pada saat itu bersama dengan Omar Dhani, mayor Udara Sudjono, beserta para petinggi AU, yang dianggap oleh Soeharto telah memberikan fasilitas kepada PKI yaitu meminjamkans ebagian komplek Halim yaitu lubang Buaya sebagai pusat pelatihan Pemuda Rakyat dan Ormas-Ormas lainnya yang tidak lain adalah para pendukung PKI.

[9] Hal ini sepaham dengan yang diungkapkan oleh Soekarno dalam pidato Nawaksara. dan menurut orang apa yang dikatakan Soekarno ini sangat merugikan PKI karena melegitimasi tuduhan Jenderal Suharto dan pendukungnya terhadap PKI sebagai dalang G 30 S, dengan demikian memberikan andilnya yang penting dalam penghancuran PKI termasuk pembantaian massal.

[10] Kolonel Latief adalah anak buah Soeharto sejak Perang Drilya 1949, dan Latief sangat loyal sekali terhadap Soeharto. Bukti keloyalannya adalah dengan selalu hadirnya Latief keacara-acara keluarha Soejarto serta Soeharto pernah menghadiri upacara pernikahan Latief.

[11] Mengenai identitas Subagio ini belum diketahui.

[12] Dalam buku Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia yang merupakan versi pemrintah Orde Baru membenarkan bahwa Kolonel Latief menghadap Soeharto yang ketika itu berada dirumah sakit karena mendampingi anaknya. Dan membantah bahwa Kolonel Latief datang untuk memberitahukan mengenai pelaksanaan operasi. Menurut Soeharto Latief bukan untuk menengok anaknya, melainkan untuk mengecek saya (Soeharto). Rupanya ia hendak membuktikan kebenaran berita sakitnya anak saya dan memastikan bahwa saya akan terlampau prihatin dengan keadaan anak saya. Tetapi ada versi lain yang menyebutkan bahwa Soeharto pernah berkata bahwa kedatangan Kolonel Latief adalah untuk membunuh saya, tapi ia tidak melaksanakannya berhubung kekhawatiranmua melakukan di tempat umum.


oleh : Dodi Fitriyadi

1 komentar: