Mengenai Saya

Foto saya
kami adalah mahasiswa pendidikan sejarah.. mahasiswa yang selalu dicerca, yang hanya mempelajari masa yang telah berlalu... namun kami punya keyakinan semua ada ahlinya, dan kami adalah mahasiswa yang mempunyai sedikit kelebihan dalam mempelajari sejarah.

Selasa, 10 Maret 2009

MUATAN POLITIK DALAM HISTORIOGRAFI INDONESIA

Sejarah harus memiliki dimensi kritik, baik itu kritik sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya agar sejarah memiliki signifikansinya dalam kehidupan sekarang.

-Hilman Farid

Setiap generasi selalu memiliki sejarahnya sendiri-sendiri. Dapat dimengerti bila akhirnya tulisan sejarah yang dihasilkan pada akhirnya menjadi alat yang paling ampuh untuk memaksakan sebuah narasi kepada setiap generasi. Narasi tersebut, oleh penguasa, melalui legitimasi, ditancapkan kepada generasi-penerus sebagai ingatan kolektif atau personal.
Terkait dengan hal diatas, rekayasa sejarah pun pada akhirnya menjadi rahasia bersama. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI yang ditulis oleh Marwati Djuned Pusponegoro dan Nugroho Noto Susanto merupakan contoh kecil rekayasa sejarah dalam bidang pendidikan yang dilakukan oleh rezim orde baru yang sarat akan muatan militer. Simak saja penggalan kata-kata di bawah ini yang melukiskan Soedirman nan agung, sebagaimana dikutip oleh Asvi Warman Adam dalam “Sejarah Politik dan Politik Sejarah”:
…dalam pada waktu itu, meskipun sakit keras, Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia, jenderal Soedirman, mengundurkan diri ke luar ibukota Jogja dan memimpin perang gerilya secara total terhadap tentara Belanda.
Selama tujuh bulan jenderal Soedirman menjadi pegangan bagi seluruh rak yat yang melaksanakan pergulatan dasyat untuk kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia. dalam saat-saat yang paling gelap dalam perjuangan bangsa, Soedirman merupakan obor yang memancarkan sinar ke sekeliingnya…
Sebagaimana yang dituturkan oleh M. Faisal Aminuddin dalam Historiografi: Sebuah Refleksi tentang Harapan, kepentingan penguasa dalam sejarah juga terlihat dengan gagasan mengenai historiografi yang indosentris. Hal ini terlihat dengan narasi-narasi mengenai sebuah masa dan pribumi jaya.
Dalam perkembangannya, tidak dapat dihindari, indoktrinasi penguasa pun terlihat jelas dalam setiap karya historiografi. Tidak dapat dihindari, sejarawan pun terjebak pada tiga dosa besar: (1) memanipulasi atas sumber sejarah baik dengan mengabaikan sumber atau menghilangkannya, (2) membelokkkan interpretasi yang lain, dan (3) melakukan pembodohan massal karena apapun yang ditulis oleh sejarawan tersebut tidak keluar dari hati nuraninya tetapi atas pesanan penguasa yang akhirnya disebarluaskan dan mempunyai daya paksa untuk dibaca rakyat (M. Faisal Aminuddin, dalam Serat no.1 edidi Mei Mei-Juli 2007:6).
Politik dan sejarah merupakan dua sisi yang tidak dapat terpisahkan. Tidaklah mengherankan apabila muatan politik pun sarat dalam setiap penulisan sejarah. adalah PR (pekerjaan rumah) kita bersama; bilamanakah sejarah memihak rakyat kecil; kaum marginal? (Galuh Ambar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar