Mengenai Saya

Foto saya
kami adalah mahasiswa pendidikan sejarah.. mahasiswa yang selalu dicerca, yang hanya mempelajari masa yang telah berlalu... namun kami punya keyakinan semua ada ahlinya, dan kami adalah mahasiswa yang mempunyai sedikit kelebihan dalam mempelajari sejarah.

Selasa, 10 Maret 2009

MERDEKA ABSURD

Apa arti kemerdekaan bagi Anda?
Bagaimana reaksi Anda ketika suatu ketika Anda dicerca pertanyaan seperti itu? Tergagap; tidak tahu; atau menggebu? Merdeka... Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:736), kemerdekaan didefinisikan sebagai keadaan berdiri sendiri. Akan tetapi, dalam kenyataan, merdeka; kemerdekaan tentu saja tidak sesederhana yang huruf demi huruf yang menyusun kata tersebut. Merdeka bukan sekedar cita-cita; impian; atau titik tolak sebagai bangsa yang berhasil melepaskan diri dari belenggu penjajahan!
Hampir enam puluh tiga tahun kita mengecap kemerdekaan. Adalah pemandangan yang sangat lazim terjadi kemudian, setiap tanggal 17 Agustus, rakyat di segenap pelosok Indonesia seolah saling berlomba untuk memeriahkan hari peringatan proklamasi Indonesia yang dikumandangkan pertama kali oleh Soeharto dan Moh. Hatta di Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Pertanyaannya, Benarkah kita sudah merdeka?
Merdeka absurd. Itulah kiranya gambaran yang tepat untuk mengilustrasikan kemerdekaan yang kita kecap bersama ini. Pun tidak? Busung lapar, gizi buruk, pengangguran, buta aksara, putus sekolah, dan sebagainya... Alibi yang cukup kuat untuk mematahkan semangat kemerdekaan; sangat kontras sekali dengan “mereka-mereka yang duduk di kursi empuk” yang konon, mewakili aspirasi rakyat. Saya katakan konon, pun tidak? Susilo Bambang Yudhoyono, beberapa waktu lalu, tentu saja tidak perlu mencak-mencak mendapati wakil-wakilnya pulas dalam buai empuk kursi yang mereka duduki juga gelimang uang yang senantiasa membelai wajah-wajah klimis yang seolah tanpa henti berkoar; aku ki DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) lho...
Merdeka? No no no... Tunggu dulu! Simaklah terlebih dahulu data-data dibawah ini sebelum Anda menjawab pertanyaan di awal tulisan ini.
Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2005, mencatat bahwa penduduk miskin di Indonesia mencapai jumlah 35,1 juta jiwa (15,97%). Jumlah ini meningkat menjadi 39,05 juta jiwa (17,95%) pada tahun 2006. Ada beberapa faktor yang mendorong kenaikan angka kemiskinan tersebut. Pertama, pemeratan pembangunan belum menyebar secara merata terutama di daerah pedesaan. Hal ini juga ditunjukkan dengan angka pengangguran yang cukup tinggi.
Kedua, masyarakat miskin belum mampu menjangkau pelayanan dan fasilitas dasar seperti pendidikan, kesehatan, air minum dan sanitasi, serta transportasi. Data statistik BPS pada tahun 2006 misalnya, menyebutkan bahwa angka partisipasi sekolah di Indonesia masih rendah. Hal ini, ditunjukkan pada hanya 55% dari 20% penduduk miskin kelompok 16-18 tahun yang lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) sedangkan angka untuk kelompok 20% penduduk terkaya hanya 89%.
Hampir senada dengan BPS, Arist Merdeka Sirait, Sekjen Komnas Perlindungan Anak, megungkapkan bahwa 155.965 anak berkeliaran di jalanan dan 2,1 juta anak bekerja di bawah umur. Adapun angka putus sekolah tahun 2007 mencapai 8 juta anak dengan rincian 23% kasus di tingkat Sekolah Dasar (SD), 48% di SMP, dan 29% di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Selain itu, terkait dengan bidang pendidikan, data BPS tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah masyarakat Indonesia yang termasuk katagori buta aksara usia 15 tahun ke atas masih sekitar 15,4 juta lebih yang kenyataannnya justru tersebar di pulau Jawa yang tingkat pembangunannya sudah maju. Provinsi Jawa Timur misalnya, menyumbang angka buta aksara 29, 32%, Jawa Tengah 21,39%, dan Jawa Barat 10,66%.
Adapun dalam bidang kesehatan dan gizi, berdasarkan data BPS tahun 2006, tercatat bahwa angka kematian untuk ibu hamil mencapai 307 sedangkan jumlah penderita gizi buruk tahun 2004 mencapai 24,8 anak dibawah umur lima tahun dan mencapai 3,8 juta jiwa pada tahun 2008. Jumlah ini meningkat setiap harinya. Di bidang sanitasi dan air bersih, Kompas 9 November 2005 mengulas bahwa dari keseluruhan jumlah provinsi di Indonesia, hanya ada sembilan provinsi yang ada di atas angka rata-rata penggunaan air di Indonesia. Selain itu, dapat dipastikan bahwa hanya ada 1% penduduk Indonesia yang terlayani oleh saluran pembuangan air kotor berpipa.
Ketiga, harga kebutuhan bahan pokok terutama beras cenderung berfluktuasi sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat miskin. Sementara itu, kebutuhan pokok pengganti beras belum sepenuhnya terpenuhi oleh produksi dalam negeri.
Bagaimana seseorang dikatakan miskin? Menurut bank dunia, seseorang dikatakan miskin jikalau pendapatan perharinya di bawah 1,05 per hari . Berangkat dari data tersebut dan data BPS yang menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia ialah 39,05 juta jiwa (17,95%) pada tahun 2006, mari kita lihat jumlah pendapatan seorang aggota DPR periode 2004-2009 perbulan. Menurut data yang tercantum dalam www.mail-archieve.com, dalam sebulan, seorang anggota DPR memperoleh gaji pokok dan tunjangan senilai Rp 13.732.277,00 (sudah termasuk pajak pendapatan); penerimaan lain-lain Rp 86.110.000,00; biaya Perjalanan Rp 900.000,00 per presentasi; dan penerimaan lainnya seperti rumah dinas, uang duka, pensiunan, dan perawatan kesehatan, uang duka, dan pemakaman.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, benarkah kita sudah merdeka? No no no... Tunggu dulu. Jadi, apa arti kemerdekaan menurut Anda? (Galuh Ambar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar